Apa itu Somasi?
Menurut KBBI,
Somasi adalah teguran untuk membayar dan sebagainya (https://kbbi.web.id/somasi). Menurut
Wikipedia, Somasi adalah sebuah teguran terhadap pihak calon tergugat pada
proses hukum. Bentuk –bentuk somasi dapat berupa surat perintah, akta
sejenisnya, dan demi perikatan sendirinya (lihat https://id.wikipedia.org/wiki/Somasi).
Jika merujuk
pada bahan Wikipedia, maka kerangka tafsir Somasi merujuk pada kerangka
keperdataan (lihat rujukannya). Pada sisi yang lain, terdapat poin penting,
yaitu;
1. sebuah teguran
2. diberikan kepada pihak lain
Menurut J.
Satrio, Topik somasi mestinya menarik untuk disimak, sebab sekalipun somasi
memegang peranan yang sangat besar (penting) dalam pelaksanaan hukum, namun --
anehnya -- dalam B.W. sendiri tidak dikenal istilah somasi. Namun demikian ada
istilah lain yang biasa dikaitkan dengan somasi, yaitu “in gebreke gesteld“
atau ingebrekestelling, yang bisa diterjemahkan menjadi “pernyataan lalai“ atau
“dinyatakan dalam keadaan lalai“, sebagai yang diatur dalam Pasal 1238 BW.
(https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4cbfb836aa5d0/beberapa-segi-hukum-tentang-somasi-bagian-i-brioleh-j-satrio).
Untuk jelasnya kita kutip Ps. 1238 BW:
“Si berutang
dinyatakan dalam keadaan lalai, baik dengan perintah atau dengan sebuah akta
sejenis itu, atau ia berada dalam keadaan lalai demi perikatannya sendiri, jika
perikatan itu membawa akibat, bahwa si berutang berada dalam keadaan lalai,
dengan lewatnya waktu yang ditentukan saja“.
Somasi bisa
diberikan dalam bentuk surat biasa (R.v.J. Surabaya 28 Agustus 1912, dalam T.
106 : 367) dan tidak harus disampaikan melalui exploit juru sita. Yang pasti,
somasi secara lisan tidak dibenarkan. Dengan kata lain, teguran secara lisan
tidak berlaku sebagai suatu somasi (HgH Batavia, 24 Desember 1936, dalam T. 145
: 10).
Nah, Bolehkah SOMASI dapat di gunakan dalam kerangka Pidana? Tentunya, B-O-L-E-H why not..?
1. Change Your
Mind!
Pertama, perlunya mengubah era lisan
menuju era tulisan.
Bahasa
lainnya, mengembalikan era surat – menyurat dahulu kala dengan mengkombinasikan
era jaman now, yaitu digitalisasi. Budaya lisan adalah sesuatu yang baik,
tetapi dalam kerangka hukum, baik itu pidana maupun perdata terdapat hukum
acara yang mengenal sebuah Pembuktian dan kekuatan tulisan lebih unggul daripada
lisan.
Kedua, perlunya mengubah paradigma
hukum yang kaku ke hukum yang fleksibel.
Maksudnya
yaitu, hukum perdata tidak melulu keperdataan, begitu pula hukum pidana tidak
melulu kepidanaan. Namun, ada sebuah pola yang saling mengikat atau terkait antara
satu yang lainnya sehingga hal kepidanaan dapat menggunakan hal keperdataan
pada kondisi atau keadaan tertentu. Tentunya ikatan atau keterkaitan ini
memerlukan pembatasan-pembatasan yang jelas dan tegas.
Ketiga, perlu mengubah pemaknaan –
pemanfaatan dan penggunaan Somasi.
Pemaknaan -- SOMASI
sebagai sebuah teguran yang tertulis. Kata SOMASI dapat diganti misalnya dengan
Kata “Surat Pemberitahuan Hukum” atau “Surat Peringatan Hukum” yang pada
intinya sebagai upaya menegur secara tertulis pihak lain karena adanya hubungan
hukum (pembahasan sebab hukum dan akibat hukum) yang terjadi.
Pemanfaatan --
untuk memperbaiki Kerugian Korban secara wajar. Hubungan hukum yang terjadi
meniscayakan adanya peristiwa yang terjadi, inilah yang penulis sebut “sebab
hukum” dan konsekuensi dari peristiwa itu, penulis sebut “akibat hukum”. Hal ini
harus dijabarkan di dalam SOMASI tersebut.
Penggunaan -- di
model penyelesaian non – litigasi atau sebelum masuk ranah litigasi.
2. Make Your
SOMASI ....... contoh-somasi.html
Komentar
Posting Komentar