Truancy
juga disebut Pembolosan atau melewatkan sekolah. Istilah lainnya meliputi; playing hooky (American-English), skiving off
(British-English), jippo (Afrika), jigging (Australia-New Zaeland), mitching (Irlandia)
dan bunking (Skotlandia). Di Amerika, Truancy didefinisikan sebagai absen atau ketidakhadiran disengaja,
tanpa alasan dari sekolah maupun tanpa sepengetahuan orang tua/walinya. Truancy adalah masalah serius, padahal Amerika Serikat telah
mengatur Pendidikan Wajib (ditafsir;
Illinois 7-16, Pennsylvania 8-17, juga 5-18 tahun, 5-18 dan 6-17), baik itu melalui
sekolah negeri, swasta, gereja atau forum pendidikan lainnya. Ketidak patuhan
menyebabkan Hukuman bagi Orangtua atau Wali siswa yang bolos.
Rasionalitas aturan Truancy.
Pendidikan wajib Amerika dimulai sekitar 60 tahun lalu,
dimana dipengaruhi oleh serikat pekerja yang berusaha menjaga partisipasi anak
dari pekerjaan, pengupahan dewasa menjadi rendah, orang tua yang membiarkan anak
mereka bekerja dan lainnya.
Dalam kasus Prince v.
Massachusetts (1944), Mahkamah Agung
memutuskan bahwa negara memiliki hak untuk menegakkan hukum pekerja anak dan
otoritas orang tua tidak dapat mendahului hukum negara. Karena itu, anak-anak
harus bersekolah apakah orang tua mereka mendukung pendidikan atau tidak.
Dalam penelitian Office for Juvenile
Justice and Delinquency Prevention (OJJDP, 2001), hubungan
antara pembolosan dan bentuk-bentuk kenakalan lainnya yang lebih serius telah
digambarkan. Sebagai contoh, hubungan antara pembolosan dan penyalahgunaan zat,
vandalisme, pencurianl, dan perilaku geng.[1]
Hubungan antara pembolosan dan kemudian, pelanggaran dengan kekerasan telah
ditetapkan dalam penelitian yang memeriksa kriminalitas Pria.[2] Pada gilirannya,
orang dewasa yang bolos saat remaja cenderung menunjukkan keterampilan sosial
yang lebih buruk, memiliki pekerjaan bergaji rendah, lebih cenderung
mengandalkan dukungan kesejahteraan, dan memiliki kemungkinan peningkatan
penahanan.[3]
Masyarakat juga
memberi tekanan pada sekolah dan anggota Parlemen untuk memperketat aturan pembolosan karena Anak Muda yang
berkeliaran di depan umum selama jam sekolah sering tampak mengancam. Di
Tacoma, Washington, peningkatan pembolosan dikaitkan dengan peningkatan
kejahatan properti yang dilakukan remaja, seperti pencurian dan vandalisme.
Peningkatan kejahatan siang hari remaja ini mengarah ke program yang menargetkan
penegakan hukum pembolosan di negara bagian ini. Sekolah dengan tingkat pembolosan
tertinggi juga memiliki tingkat pencapaian akademik terendah, bahkan tidak mungkin lulus
dari sekolah menengah.
Antara 1992 dan 2002, sekitar 3 juta per tahun berusia
antara 16 dan 24 yang gagal menyelesaikan sekolah menengah atau tidak mendaftar
di sekolah menengah. Kelompok ini
mewakili sekitar 11% penduduk di Amerika Serikat.
Ada 30% orang Hispanik
tidak menyelesaikan SMA.
Jumlah ini meningkat hingga 44%
apabila siswa yang dihitung
lahir di luar Amerika Serikat.[4]
Dengan demikian, kebaruan imigrasi tampaknya memiliki implikasi penting dalam
studi angka putus sekolah. Para peneliti telah menghubungkan korelasi ini
dengan sikap orang tua terhadap pendidikan. Namun, datang dari negara-negara di
mana pendidikan tidak dinilai tinggi, orang tua mungkin tidak mendorong
anak-anak mereka untuk bersekolah, meningkatkan tingkat pembolosan dan juga
meningkatkan angka putus sekolah.[5]
Kegagalan di SMA memengaruhi
individu, juga masyarakat. Siswa tidak
dapat kuliah, lebih cenderung memiliki pekerjaan bergaji rendah dan apatis politik. Berkonsekuensi hilangnya
pendapatan pajak, muncul masalah
kesehatan, dan pada
layanan sosial.[6]
Studi Departemen Tenaga Kerja AS menunjukkan 6,7% tidak
memiliki ijazah SMA berefek kecil
akan menganggur, sementara 3,5% dengan ijazah SMA berefek besar akan menganggur. Dengan Sarjana, hanya 1,8% yang berefek menganggur
(Departemen Tenaga Kerja AS, 1999).
Di Chicago, studi tahun ajaran
1995-1996 menunjukkan siswa kelas 10 rata-rata tidak mendapatkan pengajaran
selama 6 minggu.[7]
Penelitian OJJDP menunjukkan jumlah pembolos
tertinggi di pusat kota, sekolah umum, dimana sejumlah besar
siswa dan persentase
besar dari populasi siswa berpartisipasi dalam program makan siang gratis.
Dalam Pengadilan,
jumlah kasus Truancy yang dirujuk
ke Juvenile Court tahun 1998 sekitar 28%, dimana pelanggaran status
rujukan Truancy meningkat
85% dibanding 10 tahun
yang lalu. Jumlah ini
diperkirakan meningkat secara dramatis mengingat perubahan terbaru pada aturan Truancy.
Menariknya, OJJDP (2001) melaporkan perempuan sama besar kemungkinannya
dengan laki-laki yang diadili karena bolos.
Faktor-faktor berikut telah
ditemukan memiliki hubungan dengan pembolosan yang meningkat mengingat adanya
variabel-variabel ini. Pertama adalah Faktor Keluarga,
seperti kurangnya pengawasan, pelecehan fisik – psikologis dan kegagalan mendorong prestasi
pendidikan.
Kedua adalah Faktor Sekolah, seperti penegakan aturan
yang tidak konsisten, kurikulum, dan turunnya minat belajar siswa.
Keempat Faktor Ekonomi, seperti pemberian uang dari orangtuan ke siswa.
Ketiga Faktor
Karakteristik
Siswa, seperti
penyalahgunaan narkoba dan alkohol, ketidaktahuan akan peraturan sekolah, dan
kurangnya minat dalam pendidikan.
Faktor
Sekolah.
Pejabat sekolah, seperti badan konseling, guru, dan kepala sekolah, merujuk
kasus pembolosan ke Juvenile Court Jurisdiction.
Namun, apabila ditemukan Truancy di area
publik, mereka mungkin ditahan oleh polisi atau dibawa ke fasilitas penahanan sementara.
Arizona, yang pertama menerapkan dan
menegakkan aturan Truancy. Penelitian 1990-an, Pima County
memiliki tingkat Tuancy tertinggi, hingga setengah dari jumlah siswa di Arizona.
Pima
County yang mengalami permasalahan inim memulai
program yang disebut ACT Now (Abolish Chronic Truancy)
yang bertujuan menegakkan
aturan Truancy
secara ketat dan menawarkan program pengalihan
untuk mengatasi akar penyebabnya. Program
ini juga berupaya memberikan sanksi serius bagi remaja dan orang tua mereka, apabila pembolosan
tetap ada atau jika kondisi yang ditentukan oleh program pengalihan tidak
terpenuhi. Wilayah sekolah,
administrator sekolah, aparat
penegak hukum, dan lembaga masyarakat terlibat dalam program ini.
Seorang
siswa yang memiliki satu
ketidakhadiran tanpa alasan dari sekolah, maka sebuah surat dikirim orang tua siswa
yang menjelaskan konsekuensi dari Truancy. Setelah absen
ketiga tanpa alasan, remaja tersebut dirujuk ke Centre for Juvenile Alternatives
(CJA) yang membuat rekomendasi ke pengadilan remaja. Sebuah surat
dikirimkan kepada orang tua remaja yang menjelaskan program pengalihan atau
pengadilan alternatif yang menjatuhkan sanksi, dan orang tua memutuskan
tindakan apa yang akan mereka pilih.
Program pengalihan terdiri dari
konseling, kelas pengasuhan, kelompok pendukung, dll. Orang tua yang tidak tahu bahwa
anak mereka tidak masuk sekolah, atau mereka tampaknya tidak peduli. Kelompok
dan kelas pendukung mengajarkan orang tua tentang nilai pendidikan dan juga
membantu orang tua berkomunikasi lebih efektif dengan anak remaja mereka. Dalam
laporan mereka, CJA akan mengidentifikasi jenis intervensi mana yang terbaik
untuk keluarga, dan remaja dan orang tuanya akan dirujuk sesuai. Baik orang tua
dan remaja harus menandatangani perjanjian yang berjanji untuk mematuhi
ketentuan-ketentuan program pengalihan. Keberhasilan penyelesaian program
menyebabkan kasus pembolosan diberhentikan.
Program ACT Now telah dievaluasi secara resmi oleh American Prosecutors Research Institute (APRI), dan setiap sekolah
yang terlibat dalam program ini telah menunjukkan penurunan yang stabil dalam
jumlah pembolosan setiap tahun. Di County dengan persentase Truancy
tertinggi, ACT Now membantu mengurangi sebesar 64% antara tahun 1996 – 1998. Program dan versi
ini didukung secara finansial oleh Departemen Kehakiman dan telah diterapkan di
banyak negara bagian lainnya.
Pada sisi lainnya, orangtua
akan dimintai pertanggungjawaban atas Truancy. Alasan
di balik gerakan ini adalah untuk memaksa orang tua untuk mengambil peran aktif
dalam pendidikan anak-anak mereka dan bagi semua pihak untuk mengambil hukum
pembolosan dan kehadiran di sekolah dengan serius.
Di Virginia, orang tua dapat didenda
dan dipenjara karena gagal mengawasi Truancy. Di Pennsylvania,
orang tua juga dapat didenda dan dipenjara jika mereka tidak mengambil langkah – langkah yang wajar untuk
memastikan un-Truancy.
Di Texas dan banyak negara bagian lain, undang-undang serupa baru-baru ini
disahkan.
Truancy
dan Home Schooling. Popularitas home schooling telah meningkat secara dramatis antara 1997 – 2002. Departemen
Pendidikan memperkirakan antara 700.000 dan 2 juta anak home schooling selama tahun akademik 1999-2000. Fakta ini memiliki
dampak besar pada penegakan aturan Truancy,
karena anak home schoolong keluar ke
area publik selama jam sekolah dan dapat ditangkap oleh polisi. Pada Perda Oklahoma
menyebutkan Badan Legislatif wajib
mengatur kehadiran wajib di beberapa sekolah umum atau sekolah lain, kecuali
jika disediakan sarana pendidikan lain, dari semua anak di Negara Bagian yang
memiliki pikiran dan tubuh yang sehat, antara usia delapan dan 16 tahun, untuk
setidaknya tiga bulan setiap tahun. (Artikel XIII).
Oklahoma
belum menyelesaikan bagaimana home
schooling memengaruhi penegakan Truancy.
Di Illionis juga seperti Oklohama, tetapi menetapkan pengecualian, dimana mereka
yang menghadiri sekolah swasta atau sekolah gereja, mereka yang secara fisik
atau mental tidak dapat bersekolah, mereka perempuan yang hamil atau memiliki
anak kecil, dan hal lainnya.
Pengaturan
home schooling sangat bervariasi,
dimana memiliki peraturan yang sangat sedikit dan tidak mengharuskan orang tua
untuk menghubungi negara bagian untuk memberi tahu para pejabat bahwa anaknya home schooling. Beberapa negara bagian
ini adalah Arkansas, Indiana, Illinois, Oklahoma, Michigan, Missouri, dan New
Jersey. Negara bagian lain, seperti California, Arizona, New Mexico, Alabama,
dan Kentucky, memiliki peraturan dan mengharuskan orang tua yang melakukan home
schooling anak-anak mereka melaporkan fakta ini kepada negara bagian. Negara
bagian lain, seperti Virginia, Carolina Utara, Carolina Selatan, Georgia,
Colorado, Oregon, Florida, Tennessee, Arkansas, dan Louisiana, memiliki peraturan
moderat di mana orang tua harus melaporkan nilai ujian dan evaluasi siswa ke
negara bagian. Beberapa negara, seperti New York, Pennsylvania, Virginia Barat,
Maine, Rhode Island, Massachusetts, Washington, dan Utah, mengharuskan orang
tua untuk menyerahkan nilai ujian dan evaluasi siswa dan juga evaluasi
profesional guru dan kurikulum untuk persetujuan. Tingkat regulasi di setiap
negara mempengaruhi bagaimana penegakan Truancy.
Jika negara bagian tidak memiliki catatan siswa yang bersekolah di rumah, sulit
untuk penegakannya.
Aturan
Truancy
CALIFORNIA: Setiap
anak usia sekolah yang absen dari sekolah tanpa alasan yang sah tiga hari penuh
dalam satu tahun sekolah atau terlambat atau absen selama lebih dari periode 30
menit selama satu hari sekolah pada tiga kesempatan selama tahun sekolah atau
kombinasi daripadanya adalah dianggap bolos dan harus dilaporkan kepada
pengawas distrik sekolah.
CONNECTICUT:
Seorang pembolos adalah anak berusia antara lima dan 18 tahun yang terdaftar di
sekolah negeri atau swasta dan memiliki empat absen yang tidak dapat
diekspresikan dalam satu bulan atau 10 pada tahun sekolah apa pun. Bolos
kebiasaan adalah anak dengan usia yang sama yang memiliki 20 absen tanpa alasan
dari sekolah selama tahun sekolah.
ILLINOIS: Pembolos
didefinisikan sebagai anak yang tunduk pada sekolah wajib dan yang absen dari
sekolah tanpa alasan. Ketidakhadiran yang dimaafkan ditentukan oleh dewan
sekolah. Pembolos kronis atau kebiasaan adalah anak usia sekolah yang tidak
hadir tanpa sebab yang sah untuk 10 persen dari 180 hari berturut-turut.
Petugas bolos di Illinois bertanggung jawab untuk menginformasikan orang tua
bolos dan merujuk kasus ke pengadilan anak-anak.
LOUISIANA: Siswa
yang berusia antara tujuh dan tujuh belas tahun harus bersekolah. Seorang siswa
dianggap bolos ketika anak telah absen dari sekolah selama lima hari sekolah di
sekolah yang beroperasi dengan sistem semester dan selama sepuluh hari di
sekolah yang tidak beroperasi secara semester. Seorang siswa dapat dirujuk ke
pengadilan anak-anak karena kebiasaan absen ketika semua upaya yang wajar oleh
administrator sekolah telah gagal dan ada lima absen tanpa alasan dalam satu
bulan. Kepala sekolah atau pembolosan wajib mengajukan laporan yang menunjukkan
tanggal absen, kontak dengan orang tua, dan informasi lainnya.
VIRGINIA: Siswa
yang berusia antara lima dan 18 tahun harus mengikuti sekolah wajib. Setelah
seorang siswa tidak hadir selama lima hari selama tahun sekolah tanpa alasan
yang sah, sebuah pemberitahuan dikirimkan kepada orang tua yang menguraikan
konsekuensi dari pembolosan. Sebuah konferensi dengan pejabat sekolah dan orang
tua diatur dalam waktu lima belas hari sekolah dari ketidakhadiran keenam.
Begitu pembolos telah mengakumulasikan lebih dari tujuh absen selama tahun
sekolah, kasus tersebut akan dirujuk ke pengadilan hubungan anak dan remaja.
REFERENSI
[1] Lihat; Young Children who Commit Crime: Epidemiology, Developmental
Origins, Risk Factors, Early Interventions, and Policy Implications, Richard Loeber and David Farrington, 2000, Development and Psychopathology, 12 (4), p.737-762
[2] Lihat; Reaching
Out to Youth Out of the Education Mainstream, S. Ingersoll and D. LeBoeuf.,
Office of Juvenile Justice and
Delinquency Prevention, 1997
[3] Lihat; Risk
Focused Prevention: Using the Social Development Strategy., J. D. Hawkins,
and R. Catalano., Developmental Research
and Programs Inc., 1995
[4] Lihat; Dropout Rates in the United States, 1999, National Center for Education Statistics, 2001 at http://nces.gov/pubs2001.htm, Accessed October 28, 2001
[5] From
First Grade Forward: Early Foundations of High School Dropout. Alexander,
Karl L., Entwisle, Doris R and Horsey, Carrie S., 1997, Sociology of Education, 70, (2), p.87-107
[6] Supportive
Communication and School Outcomes for Academically At-Risk and Other Low Income
Middle School Students. Lawrence, B. Rosenfeld, Jack, M. Richman, and Gary,
L. Bowen, 1998, Communication Education, 47–4, p.309–325
[7] (Habits
Hard to Break: A New Look at Truancy in Chicago's Public High Schools., M. Roderick, J. Chiong, M. Arney, K.
DaCosta, M. Stone, L. Villarreal-Sosa and E. Waxman., Research in Brief: University of Chicago, School of Social Service Administration, 1997
Komentar
Posting Komentar