Langsung ke konten utama

CLS, Critical Legal Studies atau Studi Hukum Kritis



TEORI STUDI HUKUM KRITIS (CRITICAL LEGAL STUDIES, CLS)


Latar belakang Studi Hukum Kritis (Critical Legal Studies, CLS) 

Akhir abad ke-20, Studi Hukum Kritis atau Critical Legal Studies, CLS datang dengan melawan gagasan liberalisme dan pluralisme hukum. Dalam Frontiers Legal Theory menyebutkan perkembangan Critical and Postmodern Legal Studies muncul sekitar 1970-an di Amerika dengan tokoh (sarjanawan) yang terinspirasi gerakan pemikiran kontinental (continental social theory) seperti Marxist, Structuralist, dan Post-structuralis yang kemudian membentuk gerakan yang disebut Gerakan Studi Hukum Kritis_ (Critical Legal Studies, CLS).

Keberadaan CLS diasumsikan terpengaruh Teori Kritis (Critical Theory) dari Mahzab Frankfurt yang dipelopori oleh Institute for Social Research di Frankfurt University. Mahzab Frankfurt membawa terminologi ‘teori kritis’ dengan haluan ajaran Karl Marx (Marxism)._ Melalui karya Mahzab Frankfurt dari 1930 sampai 1940-an hingga 1960-an (berkembang pesat). Gerakan CLS sendiri berkembang pesat pada 1980-an dan menemukan jati dirinya sebagai gerakan mandiri pada 1990-an._ Selanjutnya disebut Mahzab Madison. 

Aliaran CLS dimulai dari semangat ‘pertemanan’ antara Tushnek, Trubek dan Kennedy yang kuliah di Yale University tahun 1967 dan 1972 bersama dengan Gertner, Abel, Heller, dan Rosenblatt. Disamping itu, Kennedy dan M. Horwitz pernah kuliah di Harvard University bersama dengan Kelman, Klare dan Stone._ Dilain sisi, aliran CLS dikatakan “terjadi” sejak tahun 1960-an dan secara resmi lahir pada 1977, ketika adanya konferensi di University of Wisconsin, Medison, USA. Beberapa prakarsa dari para ahli hukum, antara lain; Richard Abel, Heller, Morton Horwitz, Duncan Kennedy, Stewart Macaulay, Rosenblatt, David Trubek, Mark Tushnet, dan Roberto M. Unger. Umumnya, prakarsa CLS masuk sekolah hukum pada 1960-an dan 1970-an.

Mark Kelmen mencatat kesimpulan pada konferensi 1977 tersebut, salahsatunya mengkonstruksikan sebuah aksi atau gerakan sosial dibidang hukum ketimbang studi hukum normatif. Mengapa sebuah aksi? Penulis_ memerhatikan bahwa ada 2 (dua) fokus utama lahirnya konferensi tersebut. Pertama, reaksi terhadap kebijakan dalam negeri Amerika. Studi hukum normatif dalam hal ini hukum positivistik yang dibuat pemerintah Amerika dianggap pragmatis, sehingga menjadi ‘bantalan empuk’ bagi kapitalisme dan liberalisme. Hukum hanya sebagai pendukung dari perputaran kapital yang sedang berjalan. Praktek demikian menutup aspirasi minoritas atau yang lemah. Kedua, reaksi terhadap kebijakan luar negeri Amerika. Wacana perang vietnam sebagai langkah melawan china dan rusia serta pencegahan embrio virus komunisme telah banyak melahirkan korban jiwa dan yang masih hidup dianggap sebagai veteran (bukan pahlaawan) yang tidak mendapatkan kesejahteraan._

Selain itu, CLS melakukan kritik terhadap beberapa pendapat ahli yang menopang liberalisme-pluralisme hukum (pijakan kritik CLS), yaitu Pertama Otto Kirchheimer  dan Franz Neumann dengan pendapat yang mempertahankan bahwa hukum otonom secara politik sebagai unsur penting demokrasi pluralis. Kedua, F.W. Maintland dan J.N. Figgis (menggunakan teori asosiasi Otto von Gierke) dengan pendapat bahwa kebebasan warga negara dan kebebasan berorganisasi yang dibentuk rakyat untuk berhadapan dengan negara. Ketiga, H.L.A. Hart berpendapat bahwa mempertahankan pandangan internal dari suatu ketertiban hukum yang dapat mengukuhkan prinsip legitimasi dalam hubungan warga masyarakat. Keempat, Carl Schmitt berpendapat bahwa pandangan yang konservatif terhadap kebutaan dan keterbatasan dari paham liberal klasik, pengakuan terhadap hubungan “teman-musuh” dan formulasi “keterkecualian” dalam penegakan hukum. Kelima, R.A. Dahl mengemukakan Teori kompetisi politik yang pluralis._

Hingga sekarang, CLS masih dapat didiskusikan karena ada beberapa varian dalam arus pemikirannya, yaitu; Pertama, pemikiran yang diwakili oleh Roberto M. Unger, yang mencoba menggunakan integrasi dua paradigma yang saling bersaing (antara paradigma konflik dan konsensus) agar perubahan dapat terwujud. Perubahan itu melalui konsensus kelompok kepentingan yang membentuk identitas kolektif dengan gerakan sporadik dan militan, yang bisa mengkoneksikan sensibiltas pada teori (kecurigaan pada objektivisme dan formalisme) dan praktek (instrumen hukum dan tujuan gerakan sosial kiri). Disisi lain, Unger melakukan dua langkah melalui pemetaan, dimana melakukan diskripsi secara detail fenomena sosial yang terdiri dari fragmentasi institusi-struktur sosio-politik serta ragam kepentingan politis dan kritikisme, dimana ada konflik ideologis, kekuatan organisasi ekonomi, serta pemerintahan liberal-kapitalis sehingga perlu ragu juga curiga terhadap setiap data faktual dari pemerintah; Kedua, pemikirang yang diwakili oleh David Kairys, yang mencoba menggunakan tradisi Marx atau kritik Marx terhadap hukum liberal yang hanya dianggap melayani sistem kapitalisme; Ketiga, pemikiran yang diwakili oleh Duncan Kennedy, yang mencoba menggunakan metode eklektis dengan perbauran perspektif strukturalis fenomenologis serta neo-Marxis dalam mengkritik liberalisme maupun sistem pendidikan hukum._

Setelah tahun 1977, yaitu tahun 1984 diadakan konferensi studi hukum kritis kembali di Universitas Kent. Kemudian, dilanjutkan oleh generasi kontemporer CLS di tahun 2008 di Universitas Glasgow dengan tema “Reconstruction Concept Neocolonialism of Law”, 2009 di Universitas Leicester dengan tema “Postcolonialism of Law” dan 2010 di Universitas Utrecht dengan tema “Great Expectations: Multiple Modernities of Law”.

Adanya gerakan dari studi hukum kritis atau CLS kontemporer mengaungkan lagi pembahasan yang ada sebelumnya dengan berbagai penambahan dan kritik terhadap CLS itu sendiri.


Konsep Studi Hukum Kritis (Critical Legal Studies, CLS)_
Aliran CLS mengumandangkan beberapa konsep dasar, yaitu:_
Aliran CLS memiliki beberapa pemikiran pokok, sebagai berikut:_
Menolak liberalisme
Struktur hukum lebih merupakan pemihakan apakah kepentingan pribadi atau kepada kepentingan orang lain
Mengetengahkaan kontradiksi antara individu dan individual lain maupun dengan komunitas masyarakat
Aturan hukum lebih merupakan pemihakan pada kekuasaan dan kekayaan
Melakukan delegitimasi
Hukum bukan merupakan penyelesaian yang baik
Menolak model kehidupan masyarakat liberal
Logika dan struktur hukum memihak pada kepentingan kelas yang berkuasa
Doktrin hukum penuh sifat yang tidak pasti (indeterminacy) dan kontradiktif
Melegitimasi dan melanggengkan ketidakadilan dalam masyarakat
Menggunakan model analisis dan penafsiran hukum yang bersifat historis, sosio-ekonomis dan psikologis
Identik dengan politik
Analisis-analisis yuridis mengaburkan realitas yang sebenarnya
Penalaran  hukum dikembangkan atas dasar hubungan kekuasaan yang tidak simetris
Penafsiran selalu bersifat subyektif dan politis
Menggunakan hukum sebagai alat untuk menghilangkan dominasi hierarkis secara terstrukur

CLS menolak anggapan ahli hukum tradisional_
Pandangan Penganut Ajaran CLS_
Hukum itu objektif, artinya kenyataan adalah tempat berpijaknya hukum
Hukum mencari Legitimasi yang Salah
Yakni dengan jalan mistifikasi, prosedur hukum berbelit, bahasa yang tidak gampang di mengerti, hal mana merupakan alat pemikat sehingga pihak tertekan oleh yang punya kuasa percaya.
Hukum itu sudah tertentu, artinya hukum menyediakan jawaban yang pasti dan dapat dimengerti
Hukum dibelenggu oleh kontradiksi-kontradiksi
Yakni setiap kesimpulan hukum selalu terdapat sisi sebaliknya.
Hukum itu otonom, artinya tidak dipengaruhi oleh politik atau ilmu-ilmu lain

Tidak ada yang namanya prinsip-prinsip dasar dalam hukum
Yakni CLS meyakini pemikiran rasional sebagai ciptaan masyarakat sehingga tidak ada kesimpulan hukum yang valid, baik yang diambil dengan jalan deduktif maupun verifikasi empiris.
Hukum itu netral, artinya tidak memihak ke pihak tertentu
Hukum tidak netral
Yakni bias dan dipengaruhi oleh ideologi, legitimasi, dan mistifikasi

C.  Aliran Filsafat yang berpengaruh
Dalam buku Teori Hukum_, penulis menyakini bahwa CLS berangkat dari Post Modernism atau PosMo yang mengikuti dua pertentangan pandangan dunia, yaitu Kapitalisme dan Sosialisme. Selain pengaruh PosMo, yang mendukung keberadaan CLS adalah ajaran Neo-Marxism atau pendapat pengikut Marx dan Realisme Hukum, terutama pada 1930-an diAmerika Serikat memberikan pengaruh lain yang signifikan._
Selanjutnya, elemen-elemen dari lingkungan akademis berhaluan kiri, yakni: Teoritis Sosial dari Jerman seperti Karl Marx, Friedrich Engels dan Max Webber; Post-strukturalis dari Perancis seperti Michael Foulcault dan Jacques Derrida; Marxism Italy seperti Antonio Gramsci; The Frankfurt School seperti Max Horkheimer dan Herber Marcuse; dan aliran Phenomenological menambahkan referensi CLS._

D.  Inti Teori Studi Hukum Kritis
Sorotan utama aliran studi hukum kritis terhadap perkembangan saat ini, terletak pada prinsip formalisme dan objektivisme.
Formalisme
-   Kalau bicara tentang tujuan, kebijakan atau kaidah-kaidah senantiasa hendak di formalkan ke dalam pemikiran hukum
-   Doktrin hukum dapat dilaksanakan, jika terdapat pertentangan antara rasional dalam kaca mata hukum dengan rasional dalam pandangan ideologis
Objektivisme
-    Begitu memandang mapan keberadaan segala materi-materi yang dihasilkan oleh otoritas yang berdaulat dalam bentuk perundang-undangan sebagai sesuatu yang harus dilestarikan. Jika tidak, maka memunculkan kendala praktis seperti kerugian ekonomi atau tidak adanya kepastian hukum
-    Peraturan hukum merupakan struktur hukum yang didalamnya dibangun demokrasi dan sistem pasar._

Kritikan kaum CLS pada awal perkembangannya adalah tentang perbedaan antara;
·         Antara moral dan pengetahuan yang ilmiah (scientific knowledge)
·         Antara fakta dan nilai (value)
·         Antara alasan (reason) dan keinginan (desire)_
Aliran CLS mengajukan proposal guna menjawab tantangan zaman dengan mendasari pemikirannya pada beberapa karakteristik umum sebagai berikut:_
1.    CLS mengkritik hukum yang dominan dengan ideologi tertentu
2.    CLS mengkritik hukum yang memihak ke politik, sehingga tidak netral
3.    CLS mempunyai komitmen terhadap kebebasan individual karena kedekatan emansipasi kemanusian
4.    CLS menolak pemisahan perbuatan antara teori dan praktik, menolak perbedaan antara fakta dan nilai, yang merupakan karakteristik paham liberal.


Implikasi/Pandangan terhadap Suatu Hal
Pierre Schlag (2009) menjelaskan cara pandang pemikiran CLS sebagai “... the various CLS critique presented an almost perpect inversion of the orthodox vision of law. For the theory, CLS offered antitheory. For diciplinary rigor, it offered antidisciplinarity. For a view of law as coherent, stabke, objekctive, and neutral, it offered a view of law as contradictory, indetermediate, falsely neccesitarian and political.”
 Di Indonesia, Prof. Satjipto kuat dugaan terpengaruh oleh pergerakan CLS melalui hukum progresif-nya._ Menurut Satjipto Rahardjo, yang mengutip ucapan Presiden Soeharto yaitu cukup memberikan petunjuk, maka kritik itu dipandang sebagai pelengkap penyelenggaraan pemerintahan negara, dan secara lambat laun pengaturan kritik itu akan mengikuti pola yang ada dipusat pemerintahan, sehingga kelembagaannya dapat diharapkan akan terlaksana dengan baik. Pengaturan dan proses ini akan menjadi lebih cepat, apabila para pemuka masyarakat lainnya baik di tingkat pusat maupun daerah menyadari peranannya sebagai bagian dari kelompok pembentuk pola-pola dalam kehidupan yang lebih menata pada kebutuhan hukum, hal ini termasuk kebutuhan dalam pelembagaan sebagai pusat kegiatan penampungan bekerjanya perilaku hukum dalam masyarakat hukum._
Dari rangkaian pembahasan CLS, penulis menyimpulkan bahwa ada implikasi yang menjadi fokus utama, yaitu Sistem Pemerintahan dan Sistem Pendidikan.


Kekuatan dan Kelemahan Teori Studi Hukum Kritis (Critical Legal Studies, CLS

Kekuatan CLS
Kelemahan CLS
Habermas_
Berhasil mengbongkar anggapan moral dan politik dalam formalisme hukum
Gagal mengaitkan anggapan politik – moral - hukum
Ali Safa’at_
Mampu memahami realitas sosial dan tata hukum
Jika tak terpahami maka mewujudkan nihilisme atau kritik tanpa ujung.

Memiliki komitmen pengembangan teori hukum berdasar praksis sosial
Selalu melakukan dekontruksi sehingga gejolak terus terjadi

Memiliki perhatian terhadap pengakuan individu sebagai subjek kehendak utama dalam tatanan sosial
Akan sering berada dipinggir dari sistem sosial
Penulis
Memiliki sejarah dalam gerakannya
Tidak memiliki pijakan model dasar yang obyektif dan tidak mengakui kebenaran mutlak






TEORI STUDI HUKUM KRITIS (CRITICAL LEGAL STUDIES, CLS) KAITANNYA TERHADAP FILOSOFIS, SOSIOLOGIS DAN NORMATIF

Kaitan CLS berdasarkan kajian filosofis jika diartikan sebagaimana semestinya dalam sifatnya yang ideal maka CLS punya keterkaitan itu. Dikarenakan CLS mengkritik secara filosofis tentang liberalisme dan formalisme hukum. Jika dimaknai dalam tataran filsafat hukum sebagaimana ajaran bahan kuliah, maka ada yang memasukan CLS pada bab Filsafat Hukum, ada juga yang hanya menambahkan sebagai referensi kritis. Jika diartikan sebagaimana konsep baru yang ditawarkan, maka bagi penulis CLS tidak memiliki hal demikian.
Secara normatif, CLS bagi penulis tidak memiliki gagasan dalam artian konsep dasar yang dapat menghasilkan norma yang kemudian dapat dipertentangkan dengan norma lainnya. Tetapi, CLS terinspirasi oleh konsep dasar semisal Karl Marx, Habermas dan lainnya, yang kemudian CLS pertentangkan dengan kebijakan atau sistem yang ada guna menciptakan masyarakat madani.
Bagi penulis, CLS dominan terhadap kajian sosiologis. Dalam hal ini, kenyataan yang ada pada masyarakat. Latar belakang dari gerakan atau upaya kritik sistem pemerintah dan sistem pendidikan adalah bentuk keberpihakan CLS terhadap masyarakat. CLS juga memulai aliran filsafatnya dari Marx yang terkenal dengan anti kemapanan, tanpa kelas dan hal-hal diskriminasi lainnya yang bagi Marx harus dilawan. Belum lagi diskusi post-modern dan realisme hukum. Serta perlawanan dari kebijakan politis dan ekonomi yang bernilai kapital.




Awaluddin Marwan, 2012, Studi Hukum Kritis: dari Modern, Postmodern hingga Postmarxis, Thafa Media, Yogjakarta
Fx Adji Samekto, 2005, Studi Hukum Kritis: Kritik terhadap Hukum Modern, Bandung, Citra Aditya BaktiLili Rasjidi, Dasar-dasar Filsafat Hukum, Bandung, Citra Aditya Bakti
Muhammad Erwin, 2011, Filsafat Hukum: Refleksi Kritis terhadap Hukum, Jakarta, Rajawali Press
Munir Fuady, 2005, Filsafat dan Teori Hukum Postmodern, Bandung, Citra Aditya Bakti
Otje Salman dan Anton F. Susanto, 2004, Teori Hukum: Mengingat, Mengumplkan, dan Membuka Kembali, Refika Aditama, Bandung
Richard A. Posner, 2001,  Frontier Legal Theorie, Harvard University Press
Satjipto Rahardji, 1983, Aneka Persoalan Hukum dan Masyarakat, Alumni, Bandung
Muchamad Ali Safa’at, 2012, Studi Hukum Kritis https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=2&cad=rja&uact=8&ved=0ahUKEwjo6f_JoKrXAhWEHZQKHf_KDCQQFggtMAE&url=http%3A%2F%2Fsafaat.lecture.ub.ac.id%2Ffiles%2F2011%2F12%2FStudi-Hukum-Kritis.pdf&usg=AOvVaw2-sH4XwgkP6EflygDBW10f diakses pukul 10:16 WITA tertanggal 05 November 2017

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perspektif Viktimologi R.I. Mawby & S. Walklate

Bab 1: Perspektif tentang Victimologi Narasi viktimologis merupakan disiplin yang relatif muda, dengan gerakan korban yang membuat kehadiran semakin terasa pada kebijakan peradilan pidana Inggris dan Wales sampai batas tertentu, di seluruh Eropa. Keadaan sosial yang mempengaruhi proyek khusus ini, kemudian, tidak hanya berasal dari peristiwa politik dan sosial tahun 1980-an di Inggris dan Wales, tetapi juga dari perubahan cepat ke peta politik Eropa, baik Timur dan Barat, yang terjadi pada akhir 1980-an dan awal 1990-an. Perubahan-perubahan ini telah menyebabkan evaluasi ulang teori dan praksis di seluruh Eropa Timur-Barat. Ini mungkin terbukti sama pentingnya dalam konteks memahami operasi dan proses berbagai peradilan pidana dan sistem kesejahteraan seperti di arena politik yang lebih terbuka. Perkembangan ini memberikan peluang untuk mengevaluasi kontribusi potensial dari berbagai alur pemikiran viktimologis, menuju pemahaman dan mempengaruhi arah perubahan ini. Mengingat bany...

SOMASI untuk Korban dalam Hukum Pidana

Apa itu Somasi? Menurut KBBI, Somasi adalah teguran untuk membayar dan sebagainya ( https://kbbi.web.id/somasi ). Menurut Wikipedia, Somasi adalah sebuah teguran terhadap pihak calon tergugat pada proses hukum. Bentuk –bentuk somasi dapat berupa surat perintah, akta sejenisnya, dan demi perikatan sendirinya (lihat https://id.wikipedia.org/wiki/Somasi ). Jika merujuk pada bahan Wikipedia, maka kerangka tafsir Somasi merujuk pada kerangka keperdataan (lihat rujukannya). Pada sisi yang lain, terdapat poin penting, yaitu; 1. sebuah teguran                                             2. diberikan kepada pihak lain Menurut J. Satrio, Topik somasi mestinya menarik untuk disimak, sebab sekalipun somasi memegang peranan yang sangat besar (penting) dalam pelaksanaan huku...