“Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial” adalah Tujuan Negara.
Penegasan bahwa “….Untuk membentuk suatu Pemerintah yang melindungi…” berarti diantara seluruh cabang kekuasaan Negara yang ada termasuk fungsi penunjang maka kekuasaan Pemerintah sesungguhnya berada di garda terdepan guna pencapaian tujuan Negara.
Pemenuhan hak konstitusional warga sejak dalam kandungan hingga didalam kubur. 24 jam sehari tanpa mengenal libur mulai dari Pendidikan/pengajaran, Kesehatan, perlindungan hukum, keamanan, jaminan sosial, pekerjaan dan lain-lain harus di upayakan oleh pemerintah tanpa diskriminasi guna mewujudkan Tujuan Negara. Pemenuhan hak konstitusional tersebut tertuang dalam Pasal 28A-28J UUD 1945. Pemerintah sesuai Pasal 28 I ayat (4) memiliki tanggungjawab dalam pemenuhan hak konstitusional ini.
Selain itu, ada hal yang sangat menarik yang perlu kita perhatikan mengenai Pemerintah (re: Presiden dan/atau Wakil Presiden). Bila ada sebuah asumsi, opini, atau dugaan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden melakukan suatu Tindak Pidana maka tidak dapat disidik, dituntut dan diadili dengan proses hukum pidana biasa namun harus melalui perwakilan rakyatyaitu: DPR-RI, DPD-RI, MK atau MPR-RI. Hal ini sesuai dengan Pasal 7A & 7B UUD 1945. Mengapa demikian?
Filosofis dari kekuasaan pemerintah sesungguhnya tidak memiliki perlakuan yang sama dalam penegakan hukum pidana dengan warga biasa akibat fungsi yang berbeda. Ada fungsi prevelegiatum yang melekat pada pemerintah dan keharusan melayani dalam 24 jam. Sehingga jangan sampai sebuah asumsimengganggu fungsi pasti yang mutlak dijalankan sehari-hari karena efeknya hak-hak rakyat dapat terbengkalai. Ingat! Konstitusi(UUD 1945) adalah hukum tertinggi dan pidana adalah ultimum remedium sesuai prinsip kardinalnya. Jadi, dahulukan dulu hukum pemerintahan hingga pranata-pranata pemerintah tidak dapat memberikan sanksi administratif atau pemulihan yang sifatnya kuratif akibat destruktif sosial.
Perlu re-desain strategi dalam menjalankan pemerintahan terutama pada pemerintahan daerah yang memiliki posisi lemah secara struktur bahkan politik dibandingkan dengan pusat. Buat rakyat nyaman dan merasa membutuhkan pemerintah serta terus melayani rakyat selama 24 jam sehingga pemerintah dapat dengan mudah menjalankan fungsi perwakilan rakyat yang baik dan benar. Negara dihadirkan untuk repot mengurus rakyat. Karena itu, pemerintah dan aparaturnya jangan malas! Kalau tidak mau repot jangan jadi PNS.
** Presiden dapat mengambil otoritas membuat Perpu untuk membatalkan UU yang dapat mengganggu stabilitas negara.
** Negara tidak ada jalan lain dalam menghadapi masalah barulah pidana digunakan
** UU No.31/1999 muncul akibat amarah 98/99
** Semakin banyak ahli berbicara mengenai delik berarti delik tersebut bermasalah, tidak benar
Demikian
And Justice for all
Referensi :
Makalah A. Irman Putra Sidin pada Seminar tanggal 16/01/2014 di sandeq C, Clarion Hotels
UUD 1945 amandemen IV
Penegasan bahwa “….Untuk membentuk suatu Pemerintah yang melindungi…” berarti diantara seluruh cabang kekuasaan Negara yang ada termasuk fungsi penunjang maka kekuasaan Pemerintah sesungguhnya berada di garda terdepan guna pencapaian tujuan Negara.
Pemenuhan hak konstitusional warga sejak dalam kandungan hingga didalam kubur. 24 jam sehari tanpa mengenal libur mulai dari Pendidikan/pengajaran, Kesehatan, perlindungan hukum, keamanan, jaminan sosial, pekerjaan dan lain-lain harus di upayakan oleh pemerintah tanpa diskriminasi guna mewujudkan Tujuan Negara. Pemenuhan hak konstitusional tersebut tertuang dalam Pasal 28A-28J UUD 1945. Pemerintah sesuai Pasal 28 I ayat (4) memiliki tanggungjawab dalam pemenuhan hak konstitusional ini.
Selain itu, ada hal yang sangat menarik yang perlu kita perhatikan mengenai Pemerintah (re: Presiden dan/atau Wakil Presiden). Bila ada sebuah asumsi, opini, atau dugaan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden melakukan suatu Tindak Pidana maka tidak dapat disidik, dituntut dan diadili dengan proses hukum pidana biasa namun harus melalui perwakilan rakyatyaitu: DPR-RI, DPD-RI, MK atau MPR-RI. Hal ini sesuai dengan Pasal 7A & 7B UUD 1945. Mengapa demikian?
Filosofis dari kekuasaan pemerintah sesungguhnya tidak memiliki perlakuan yang sama dalam penegakan hukum pidana dengan warga biasa akibat fungsi yang berbeda. Ada fungsi prevelegiatum yang melekat pada pemerintah dan keharusan melayani dalam 24 jam. Sehingga jangan sampai sebuah asumsimengganggu fungsi pasti yang mutlak dijalankan sehari-hari karena efeknya hak-hak rakyat dapat terbengkalai. Ingat! Konstitusi(UUD 1945) adalah hukum tertinggi dan pidana adalah ultimum remedium sesuai prinsip kardinalnya. Jadi, dahulukan dulu hukum pemerintahan hingga pranata-pranata pemerintah tidak dapat memberikan sanksi administratif atau pemulihan yang sifatnya kuratif akibat destruktif sosial.
Perlu re-desain strategi dalam menjalankan pemerintahan terutama pada pemerintahan daerah yang memiliki posisi lemah secara struktur bahkan politik dibandingkan dengan pusat. Buat rakyat nyaman dan merasa membutuhkan pemerintah serta terus melayani rakyat selama 24 jam sehingga pemerintah dapat dengan mudah menjalankan fungsi perwakilan rakyat yang baik dan benar. Negara dihadirkan untuk repot mengurus rakyat. Karena itu, pemerintah dan aparaturnya jangan malas! Kalau tidak mau repot jangan jadi PNS.
** Presiden dapat mengambil otoritas membuat Perpu untuk membatalkan UU yang dapat mengganggu stabilitas negara.
** Negara tidak ada jalan lain dalam menghadapi masalah barulah pidana digunakan
** UU No.31/1999 muncul akibat amarah 98/99
** Semakin banyak ahli berbicara mengenai delik berarti delik tersebut bermasalah, tidak benar
Demikian
And Justice for all
Referensi :
Makalah A. Irman Putra Sidin pada Seminar tanggal 16/01/2014 di sandeq C, Clarion Hotels
UUD 1945 amandemen IV
Komentar
Posting Komentar