Lex dura sed tamen scripta adalah asas yang berarti Hukum kaku tetapi begitulah yang tertulis. Ada juga yang menerjemahkan bahwa Hukum kejam tetapi memang begitulah bunyinya. Kaku ataupun Kejam, itulah yang namanya ‘Hukum’.
Hukum itu harus tidak memihak (adil), memberi manfaat kepada yang berperkara, tidak mempertimbangkan siapapun yang berperkara, menghasilkan kepastian dan kesemuanya harus sama bila behadapan dengan Hukum, sehingga Hukum menjadi begitu kaku atau kejam kedengarannya. Berbicara mengenai asas Lex dura sed tamen scripta, erat kaitannya dengan asas Equality before the lawyang berarti Persamaan dihadapan Hukum. Sesuai dengan kalimat diatas dan sebelumnya berarti Hukum tidak memiliki ketidakberpihakan atau bisa dikatakan adil. Perlu juga diingat bahwa tujuan dari Hukum sendiri adalah kemanfaatan, keadilan dan kepastian.
Yah! Bilamana realita modern saat ini dibenturkan dengan Hukum maka kedua asas tersebut tidaklah bermakna sama sekali. Mengapa demikian? Saat ini ke-Kaku-an atau ke-Kejam-an Hukum malah menghasilkan pelecehan terhadap Hukum itu sendiri. Begitu banyaknya ‘case’ baik itu pelanggaran yang skopnya kecil sampai kejahatan, yang skopnya ringan, berat hingga besar dapat di ‘cash’.
Wajah Hukum yang begitu kaku atau kejam di era saat ini, bila sudah bertemu dengan yang namanya ‘cash’ malah menjadi terlipat, memihak dan tidak fleksibel. Hanya menguntungkan pihak yang dapat melakukan yang namanya ‘cash’. Tergantung akan ‘deal-deal’, kompromi masing-masing pihak. Salah satu dari penegak Hukum atau kesemua sistem penegak Hukum dengan yang berperkara atau yang diperkarakan. Ex: tersangka bersama pengacara melakukan kompromi dengan jaksa sehingga pidana berupa penjara atau denda diringankan.
Pihak-pihak yang menganggap bahwa Hukum itu kaku, sebenarnya sangat takut dengan Hukum itu sendiri. Mengapa? Karena ke-kaku-an Hukum yang tertulis menyebabkan kerugian bagi yang berperkara. Disinilah permainan ala monopoli berawal. Yang berperkara tentunya tidak mau mendapatkan kerugian sehingga terjadi kompromi-kompromi yang menguntungkannya dengan sedikit berkorban. Hal ini biasa disebut ‘pembujukan’ dan menghasilkan ‘pembusukan’.
Hukum yang dulunya begitu kaku tertulis atau kejam bunyinya, menjadi begitu ramah terhadap pihak yang melakukan/tidak melakukan pelanggaran maupun kejahatan, pihak yang berani melakukan pembujukan sehingga menampar sendiri wajah dari yang Kaku atau Kejam tersebut. Wajar saja jika kewibawaan Hukum yang telah terjaga jadi runtuh seperti bangunan yang roboh! begitu mudah di remehkan dan dilecehkan itu hasilnya untuk saat ini.
Asas Lex dura sed tamen scripta, tidak boleh dikompromikan. Kenapa? Hal tersebut mengacu pada ‘scripta’ (tertulis) atau Undang-undang dan sejawatnya. Tetapi di zaman edan ini, kesemuanya dapat diputarbalikkan. Hal yang sebenarnya opini difaktakan dan sebaliknya. Kesalahan berpikir karena menganggap ‘Kejam’nya hukum hanya dapat diperhalus dengan ‘cash’. Tidak adanya kepercayaan terhadap keadilan yang menjadi tujuan hukum. Orientasi terhadap segala sesuatu agar lebih mudah, cepat, lancar dan instan adalah ‘cash’ bukan keadilan yang berbalik dengan ‘cash’.
Keberpihakan atau ketidakadilan mencederai Hukum sehingga lahir asas Lex iniusta non est lex, yang berarti Hukum tidak adil bukanlah Hukum. Hukum yang memiliki norma seperti norma perintah, norma larangan dan norma perizinan bila tidak berkeadilan maka tidak terdapat Hukum didalamnya. Diharapkan keadilan dapat diterapkan dan mejadi penenang bagi ketidakadilan yang meresahkan.
Hukum yang seharusnya ditegakkan tanpa terkecuali menjadi tidak berwibawa. Saat keadilan dapat dirasakan oleh masyarakat maka Hukum tidak akan terlihat begitu ‘Kejam’. Penegak hukum sebagai tiang hukum seyogyanya menjadi pengayoman dan memberi kenyamanan dari segi positif terhadap pihak yang berperkara atau yang sedang berhadapan dengan Hukum. Ingat! Ke-Kaku-an atau ke-Kejam-an Hukum adalah resiko dari pelanggaran atau kejahatan yang dilakukan/tidak dilakukan.
Pelecehan terhadap Hukum jangan menjadi kebiasan bagi teman-teman. Mari lakukan perbaikan! Lakukan perbuatan sesuai akal, logika berdasar hati nurani. Jangan diam karena diam adalah kata sepakat secara pasif. Jangan sampai semakin banyak saja pihak yang melakukan perbuatan main hakim sendiri atau eigenrichting karena ketidakpuasan yang didapatkan dari Hukum.
Kompromi? Dari pembuat Hukum seperti dewan perwakilan rakyat, pelaksana seperti para penegak hukum dan komisi yang menjadi pengawas harus setia mengawal Hukum sehingga tetap bisa berkeadilan, bermanfaat, dan berkepastian tanpa diskriminasi akan kompromi atau ‘cash’.
Keterangan :
Asas Equality before the law
Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 ;
“Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”.
Pasal 5 ayat (1) UU No.4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman ;
"Pengadilan mengadili menurut Hukum dengan tidak membeda-bedakan orang".
Asas Lex dura sed tamen scripta
Pasal 11 KUHP ;
“Pidana mati di jalankan oleh algojo pada tempat gantungan dengan menjeratkan tali yang terikat di tiang gantungan pada leher terpidana kemudian menjatuhkan papan tempat terpidana berdiri.”
Wassalam,
Always be one
And Justice for all
Komentar
Posting Komentar