Langsung ke konten utama

Berpikir Lateral Edward de Bono

Berpikir Lateral


Karena sebagian besar orang percaya bahwa berpikir vertikal yang tradisional merupakan satu-satunya bentuk berpikir yang efektif, maka ada gunanya untuk menunjukkan sifat berpikir lateral dengan memperlihatkan bagaimana cara berpikir ini berbeda dengan berpikir vertikal.

Terdapat kontradiksi demi kontradiksi dalam konteks perilaku sistem ingatan diri. Berpikir lateral tidak hanya masuk akal, tetapi juga diperlukan. Kita biasa dengan kebiasaan berpikir vertikal sehingga dalam beberapa perbedaan akan memperlihatkan pembedaan yang jelas antara berpikir vertikal dan berpikir lateral.

Vertikal Selektif dan Lateral Generatif
Dalam berpikir vertikal kebenaran begitu penting, sedangkan berpikir lateral mengedepankan kekayaan ragam. Vertikal membawa pada satu jalan dengan mengesampingkan jalan lain. Lateral tidak melakukan seleksi, melainkan membuka jalan lain. Vertikal menyeleksi setiap ancaman yang memberi harapa terhadap masalah untuk melihat situasi. Lateral menghasilkan ancaman dengan berbagai alternatif guna menghasilkan ancaman itu sendiri.

Vertikal bergerak dengan arah,
Lateral bergerak demi arah

Orang bergerak kearah yang didefinisikan secara jelas menuju pemecahan masalah dan menggunakan semacam ancangan yang definitif atau yang sudah ditentukan maka disebut gerak vertikal. Tetapi yang bergerak demi gerakan itu sendiri disebut gerak lateral.

Dalam berpikir lateral, orang tidak bergerak untuk mengikuti arah teapi menghasilkan arah sehingga di mungkinkan bereksperimen sebelum mencapai sesuatu. Dalam berpikir vertikal, orang harus selalu bergerak secara  bermanfaat ke suatu arah sehingga mendapatkan secara jelas efek jika bereksperimen.
Gerakan dan perubahan bagi lateral itu sendiri bukan merupakan tujuan, tetapi merupakan cara menghasilkan pola. Segera sesudah ada gerakan dan perubahan, maka sifat maksimal pikiran akan mengusahakan agar sesuatu yang terjadi berguna. Vertikal berkata “sayaa tahu apa yang saya cari” sedangkan Lateral berkata “saya sedang mencari, tetapi saya tidak tahu apa hingga saya menemukannya”.

Vertikal berurutan, Lateral lompatan

Dengan berpikir vertikal, gerak maju dilakukan selangkah demi selangkah, dimana setiap langkah memunculkan langkah baru dari langkah sebelumnya yang berkaitan kuat. Sehingga kesimpulan terbukti didapatkan dari langkah-langkah yang telah ada sebelumnya. Dengan berpikir lateral, langkah tidak perlu berurutan karena dapat dilakukan lompatan untuk maju guna mengisi kesenjangan yang ada.

Melompat langsung ke pemecahan maka pemecahan tidak bergantung pada jalan yang telah di atur sebelumnya. Ibarat puncak gunung yang ingin di daki, apakah kita perlu menetapkan secara langsung jalan mana yang harus kita daki agar mencapai puncak, padahal tidak ada pendaki yang pernah mendaki sebelumnya? Jika berpikir lateral maka ia hanya mempersiapkan bekal dan langsung berangkat dengan membuat jalan sendiri yang bercabang. Jika berpikir vertical, maka mempersiakan bekal dan denah guna menetapkan jalan yang akan dilalui agar mencapai puncak.

Vertical setiap langkahnya harus benar,
Lateral setiap langkahnya tidak harus benar

Hal yang essensial dalam berpikir vertikal adalah orang harus benar pada setiap langkah. Berpikir logis dan matematis tidak akan berfungsi sama sekali tanpa hal seperti ini. Namun, dalam berpikir lateral, orang tidak perlu benar pada setiap langkah asalkan kesimpulannya benar.

Contoh dalam berpakaian bagi laki-laki. Apakah harus menggunakan celana dalam terlebih dahulu baru celana panjang kemudian baju? Jika berpikir vertikal maka semuanya harus dilakukan secara berurutan dalam setiap harinya. Tetapi, berpikir lateral dapat mengubah urutan tersebut di tiap harinya.

Resentor: Muh. Djaelani Prasetya

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perspektif Viktimologi R.I. Mawby & S. Walklate

Bab 1: Perspektif tentang Victimologi Narasi viktimologis merupakan disiplin yang relatif muda, dengan gerakan korban yang membuat kehadiran semakin terasa pada kebijakan peradilan pidana Inggris dan Wales sampai batas tertentu, di seluruh Eropa. Keadaan sosial yang mempengaruhi proyek khusus ini, kemudian, tidak hanya berasal dari peristiwa politik dan sosial tahun 1980-an di Inggris dan Wales, tetapi juga dari perubahan cepat ke peta politik Eropa, baik Timur dan Barat, yang terjadi pada akhir 1980-an dan awal 1990-an. Perubahan-perubahan ini telah menyebabkan evaluasi ulang teori dan praksis di seluruh Eropa Timur-Barat. Ini mungkin terbukti sama pentingnya dalam konteks memahami operasi dan proses berbagai peradilan pidana dan sistem kesejahteraan seperti di arena politik yang lebih terbuka. Perkembangan ini memberikan peluang untuk mengevaluasi kontribusi potensial dari berbagai alur pemikiran viktimologis, menuju pemahaman dan mempengaruhi arah perubahan ini. Mengingat bany...

CLS, Critical Legal Studies atau Studi Hukum Kritis

TEORI STUDI HUKUM KRITIS ( CRITICAL LEGAL STUDIES , CLS) Latar belakang Studi Hukum Kritis ( Critical Legal Studies , CLS)   Akhir abad ke-20, Studi Hukum Kritis atau Critical Legal Studies , CLS datang dengan melawan gagasan liberalisme dan pluralisme hukum. Dalam Frontiers Legal Theory menyebutkan perkembangan Critical and Postmodern Legal Studies muncul sekitar 1970-an di Amerika dengan tokoh (sarjanawan) yang terinspirasi gerakan pemikiran kontinental ( continental social theory ) seperti Marxist, Structuralist, dan Post-structuralis yang kemudian membentuk gerakan yang disebut Gerakan Studi Hukum Kritis_ ( Critical Legal Studies , CLS). Keberadaan CLS diasumsikan terpengaruh Teori Kritis ( Critical Theory ) dari Mahzab Frankfurt yang dipelopori oleh Institute for Social Research di Frankfurt University. Mahzab Frankfurt membawa terminologi ‘teori kritis’ dengan haluan ajaran Karl Marx (Marxism)._ Melalui karya Mahzab Frankfurt dari 1930 sampai 1940-an hing...

SOMASI untuk Korban dalam Hukum Pidana

Apa itu Somasi? Menurut KBBI, Somasi adalah teguran untuk membayar dan sebagainya ( https://kbbi.web.id/somasi ). Menurut Wikipedia, Somasi adalah sebuah teguran terhadap pihak calon tergugat pada proses hukum. Bentuk –bentuk somasi dapat berupa surat perintah, akta sejenisnya, dan demi perikatan sendirinya (lihat https://id.wikipedia.org/wiki/Somasi ). Jika merujuk pada bahan Wikipedia, maka kerangka tafsir Somasi merujuk pada kerangka keperdataan (lihat rujukannya). Pada sisi yang lain, terdapat poin penting, yaitu; 1. sebuah teguran                                             2. diberikan kepada pihak lain Menurut J. Satrio, Topik somasi mestinya menarik untuk disimak, sebab sekalipun somasi memegang peranan yang sangat besar (penting) dalam pelaksanaan huku...