Kajian terhadap hukum dapat dibedakan ke dalam beberapa pandangan, antara lain ;
1) Kajian Filosofis, memandang bahwa hukum dalam wujud ideal yang seyogianya menjadi rujukan dalan setiap pembentukan, pengaturan dan pelaksanaan dari norma. Kajian ini sifatnya ideal karena menentukan apa yang baik dan apa yang buruk. Dengan demikian, kajian filosofis mengkaji law in ideas.
2) Kajian Normatif, memandang bahwa hukum dalam wujud kaidah adalah yang menentukan bahwa apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan. kajian ini sifatnya preskriptif karena menentukan apa yang salah dan apa yang benar. Dengan demikian, kajian normatif mengkaji law in books pada dunia das sollen (apa yang seharusnya).
3) Kajian Empiris, memandang hukum sebagai kenyataan. Kajian ini sifatnya deskriptif karena membahas masalah dengan kenyataan yang terjadi. Dengan demikian, kajian empiris mengkaji law in action pada dunia das sein (apa kenyataannya).
Contoh pada kasus pencurian, secara filosofis maka pertanyaan yang muncul seperti mengapa pencurian dikatakan kejahatan bukan pelanggaran? apakah hukuman bagi pelaku pencurian sudah adil? secara normatif, maka pertanyaan yang muncul bahwa apakah pencurian telah memenuhi unsur pada ketentuan yang telah mengatur sebelumnya? Sedangkan secara empiris maka pertanyaan yang muncul apakah pelaku pencurian terpengaruh dari lingkungannya yang kebanyakan pencuri? apakah pelaku pencurian semuanya akan langsung ditangkap? mengapa ada pelaku pencurian yang tidak tertangkap? Kenapa hukuman antara pelaku pencurian yang satu dengan yang lain dapat berbeda?
“Ada sebuah dialog di dalam bus, A bertanya kepada B apakah kamu tentara atau polisi? bukan! orangtuamu tentara atau polisi? apakah anda penjabat pemerintahan? bukan! Kalau begitu, singkirkan kaki anda dari atas kaki saya sebelum saya memukul anda.” Cerita tersebut menunjukkan adanya kekuasaan politik yang ikut mempengaruhi tingkah laku masyarakat.
Kajian Empiris – Sosiologi
Kajian empiris sosiologi memiliki karakteristiknya sendiri, penulis buku berangkat dari pernyataan Curzon yang menjelaskan pendapat Roscoe Pound dan Eugen Ehrlich hingga pada pendapat Satjipto Rahardjo dengan kesimpulan bahwa sosiologi hukum bukanlah sosiologi tambah hukum! Karena sosiolog hukum harus mampu membaca, mengenal dan memahami berbagai fenomena hukum sebagai objek kajian. Setelah itu, objek dikaji dan dianalisis melalui pendekatan ilmu sosial atau limu non-hukum.
Objek kajian sosiologis kemudian mengkaji hukum dalam wujudnya sebagai government social control. Dimana, hukum dijadikan sebagai kaidah khusus yang berlaku serta dibutuhkan guna menegakkan ketertiban dalam kehidupan masyarakat. Hukum dipandang sebagai dasar rujukan yang digunakan oleh pemerintah dalam pengendalian perilaku-perilaku masyarakat. Sehingga ada namanya sanksi eksternal, yaitu sanksi yyang dipaksakan oleh pemerinah melalui alat negara.
Alat negara selanjutnya dikaji dalam kaitannya dengan sosialisasi, yaitu suatu proses yang berusaha membentuk warga masyarakat sebagai makhluk sosial yang menyadari eksistensi berbagai kaidah sosial yang ada di dalam masyarakat dengan kesadaran menaati kaidah tersebut. Selain itu, objek kajian sosiologi lainnya adalah stratifikasi yang dapat ditemukan pada sistem kemasyarakatan. Pameo “equal justice under law (semua sama kedudukannya di hadapan hukum) berubah karena adanya stratafikasi pada masyarakah sehingga pameo tersebut dipelintir menjadi “semua sama kedudukannya di hadapan hukum, tetapi lihat dulu siapa bapaknya!
Komentar
Posting Komentar