Langsung ke konten utama

Menjelajah Kajian Empiris 1

Orang terkadang mengumpamakan hukum
sebagai gerobak yang dapat dimuati berbagai barang
(Satjipto Rahardjo)

Hukum tidak otonom karena hukum tidak turun dari langit, melainkan tumbuh dan berkembang bersama pertumbuhan masyarakatnya ujar Satjipto Rahardjo. Tampak perbedaan dengan pandangan kaum dogmatik-normatif yang senantiasa memandang hukum sebagai sesuatu yang otonom dan mandiri sehingga hukum terlepas dari lingkungan sosialnya.

Ronald L. Akers dan Richardd Hawkins mengatakan bahwa hukum dibentuk dari nilai-nilai dan tindakan-tindakan berbagai kelompok, dengan penggunaan kekuasaan ekonomi, sosial, dan politik yang digunakan sebagai mekanisme paksaan. Harmon Zeigles mengatakan bahwa di dalam masyarakat modern, hukum timbul setidak-tidaknya sebagian dari kaidah-kaidah yang didukung oleh kelompok sosial, ekonomi maupun hukum. Inilah dua pernyataan sebagai pendukung bahwasanya hukum itu tidak otonom karena memerlukan disiplin ilmu lain dalam kenyataannya.

Hukum adalah seperangkat kaidah atau aturan baik tertulis ataupun tidak tertulis, yang tersusun dalam satu sistem yang menentukan apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan oleh manusia sebagai warga masyarakat dalam kehidupan bermasyarakatnya, yang bersumber baik dari masyarakat sendiri maupun dari sumber lainm yang diakui berlakunya oleh otoritas tertinggi (negara) dalam masyarakat itu, serta benar-benar diberlakukan secara nyata oleh warga masyarakat (sebagai satu keseluruhan, meskipun mungkin dilanggar oleh warga tertentu secara individual) dalam kehidupannya, dan jika dilanggar akan memberikan kewenangan bagi otoritas tertinggi untuk menjatuhkan sanksi yang bersifat eksternal bagi pelanggarnya.
Hukum dan segala perangkat serta segala perwujudannya tumbuh dan berkembang bersama berbagai faktor non-hukum yang ada dilingkungannya seperti faktor ekonomi, faktor politik, faktor sosial, faktor budaya, faktor agama dan sebagainya.

Ketidakotonoman hukum tergambar dalam teori sibernatik dari Talcott Parsons maupun pengembangan lebih lanjut dalam konsep inputs-outputs dari Harry C. Bredemeier yang memandang hukum sebagai symbol yang tergambar pada pengadilan yang memperoleh masukan sekaligus menghasilkan keluaran bagi sub-subsistem lain yang terdapat di masyarakat.

Ketidakotonoman hukum juga tampak dalam teori Talcott Parsons yang memandang sistem hukum (legal system) hanya satu di antara subsistem yang terdapat dalam setiap masyarakat. Selain sistem hukum, masih terdapat subsistem lain yaitu keluarga, sistem pendidikan, pranata-pranata dan organisasi-organisasi sosial serta ekonomi dan kondisi lingkungan.

Yuris kaum tradisi besar oleh Satjipto Rahardjo menyakini bahwa Mahkamah Agung sebagai benteng terakhir keadilan, dimana pranata peradilan merupakan pranata masyarakat sehingga tidak mungkin otonom dalam artian netral. Dengan latarbelakang perkembangan keadaan sebagaimana maka rasa kecukupan diri dengan cara menguasai hukum positif serta keterampilan memakai hukum tidak memadai bila tidak dibarengi dengan asumsi sosial, politik maupun ekonomi.

Sehubungan dengan itu, jelas bahwa dibutuhkan pemanfaatan ilmu-ilmu sosial dalam penggunaan hukum sebagai sarana aktif untuk mengubah keadaan yang ada dalam masyarakat. Seorang hakim diisyaratkan sebelum memutus hendaknya memiliki pengetahuan yang cukup luas, bukan sekedar menguasai pengetahuan hukum seperti preseden, sejarah hukum dan lain-lain. Tetapi juga sedikit banyak ilmu ekonomi, sosiologi, politik, antropologi dan ilmu lainnya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perspektif Viktimologi R.I. Mawby & S. Walklate

Bab 1: Perspektif tentang Victimologi Narasi viktimologis merupakan disiplin yang relatif muda, dengan gerakan korban yang membuat kehadiran semakin terasa pada kebijakan peradilan pidana Inggris dan Wales sampai batas tertentu, di seluruh Eropa. Keadaan sosial yang mempengaruhi proyek khusus ini, kemudian, tidak hanya berasal dari peristiwa politik dan sosial tahun 1980-an di Inggris dan Wales, tetapi juga dari perubahan cepat ke peta politik Eropa, baik Timur dan Barat, yang terjadi pada akhir 1980-an dan awal 1990-an. Perubahan-perubahan ini telah menyebabkan evaluasi ulang teori dan praksis di seluruh Eropa Timur-Barat. Ini mungkin terbukti sama pentingnya dalam konteks memahami operasi dan proses berbagai peradilan pidana dan sistem kesejahteraan seperti di arena politik yang lebih terbuka. Perkembangan ini memberikan peluang untuk mengevaluasi kontribusi potensial dari berbagai alur pemikiran viktimologis, menuju pemahaman dan mempengaruhi arah perubahan ini. Mengingat bany...

CLS, Critical Legal Studies atau Studi Hukum Kritis

TEORI STUDI HUKUM KRITIS ( CRITICAL LEGAL STUDIES , CLS) Latar belakang Studi Hukum Kritis ( Critical Legal Studies , CLS)   Akhir abad ke-20, Studi Hukum Kritis atau Critical Legal Studies , CLS datang dengan melawan gagasan liberalisme dan pluralisme hukum. Dalam Frontiers Legal Theory menyebutkan perkembangan Critical and Postmodern Legal Studies muncul sekitar 1970-an di Amerika dengan tokoh (sarjanawan) yang terinspirasi gerakan pemikiran kontinental ( continental social theory ) seperti Marxist, Structuralist, dan Post-structuralis yang kemudian membentuk gerakan yang disebut Gerakan Studi Hukum Kritis_ ( Critical Legal Studies , CLS). Keberadaan CLS diasumsikan terpengaruh Teori Kritis ( Critical Theory ) dari Mahzab Frankfurt yang dipelopori oleh Institute for Social Research di Frankfurt University. Mahzab Frankfurt membawa terminologi ‘teori kritis’ dengan haluan ajaran Karl Marx (Marxism)._ Melalui karya Mahzab Frankfurt dari 1930 sampai 1940-an hing...

SOMASI untuk Korban dalam Hukum Pidana

Apa itu Somasi? Menurut KBBI, Somasi adalah teguran untuk membayar dan sebagainya ( https://kbbi.web.id/somasi ). Menurut Wikipedia, Somasi adalah sebuah teguran terhadap pihak calon tergugat pada proses hukum. Bentuk –bentuk somasi dapat berupa surat perintah, akta sejenisnya, dan demi perikatan sendirinya (lihat https://id.wikipedia.org/wiki/Somasi ). Jika merujuk pada bahan Wikipedia, maka kerangka tafsir Somasi merujuk pada kerangka keperdataan (lihat rujukannya). Pada sisi yang lain, terdapat poin penting, yaitu; 1. sebuah teguran                                             2. diberikan kepada pihak lain Menurut J. Satrio, Topik somasi mestinya menarik untuk disimak, sebab sekalipun somasi memegang peranan yang sangat besar (penting) dalam pelaksanaan huku...